Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kebebasan Sipil Semakin Sempit!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 06-11-2019
Kebebasan Sipil Semakin Sempit!
H. Bambang Eka Wijaya

MENURUT hasil penelitian Lokataru kebebasan sipil di Indonesia semakin sempit. Sementara YLBHI menilai cara pandang pemerintah soal demokrasi telah berubah. Sedangkan anggota DPR, Mardani Ali Sera dari PKS dan Yaqut Cholil Qoumas dari PKB, menyebut dalam pelarangan cadar dan celana cingkrang, pemerintah telah melanggar ruang privat.
Tiga hal itu ternyata saling berkaitan. Larangan cadar dan celana cingkrang salah satu bukti semakin sempitnya kebebasan sipil. Dan, itu terjadi akibat pergeseran cara pandang pemerintah tentang demokrasi.
Apalagi kalau larangan cadar dan celana cingkrang itu dikaitkan dengan gemuruh gebrakan terhadap radikalisme, ruang kebebasan sipil menjadi lebih sesak lagi.
Pada penelitian Lokataru (Kompas.com, 28/10/2019) penyempitan kebebasan sipil Indonesia didasarkan pada empat isu, yaitu kekerasan di Papua, demonstrasi mahasiswa bertajuk 'reformasi dikorupsi', kebebasan akademik, dan  aktivitas serikat buruh.
Kekerasan di Papua dan demo mahasiswa, menurut Deputi Bidang Riset Lokataru, Mufti Makarim, negara terlihat takut dengan ekspresi masyarakat. "Terkait aksi mahasiawa dan Papua, sebetulnya memiliki dua kesamaan mendasar, yakni negara begitu takut dengan kumpulan besar yang menjelma dalam bentuk statemen dan ekspresi yang diserang(kan) langsung kepada negara," ujar Mufti.
"Paling fatal adalah pilar paling fundamental, orang tidak boleh bicara, sandungannya banyak betul," ujar Mufti Makarim.
Ketua Umum YLBHI Asfinawati membuka catatan YLBHI terkait banyaknya pelanggaran hak kebebasan berpendapat sepanjang 2019. YLBHI mendata 6.128 orang menjadi korban pelanggaran hak kebebasan berpendapat.
"Terjadi pergeseran cara pandang pemerintah khususnya aparat penegak hukum tentang demokrasi, dari sebuah hak yang dilindungi konstitusi dan UU menjadi tindakan yang perlu diwaspadai bahkan dianggap sebagai sebuah kejahatan," ujar Asfinawafi. (Kompas.com, 27/10/2019)
Contohnya saat aparat merazia (di terminal dan stasiun KA) kelompok (pelajar) yang berniat unjuk rasa ke Jakarta pada 22-23 September 2019. Padahal demonstrasi merupakan hak yang dilindungi UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Manyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sedang hak anak menyampaikan pendapat juga waiib dilindungi dan difasilitasi sesuai UU Perlindungan Anak.
Tapi faktanya, 51 orang tewas terkait unjuk rasa sepanjang 2019 sampai 22 Oktober, 44 orang meninggal tanpa diketahui penyebabnya, kebanyakan usia anak-anak. ***

0 komentar: