Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pendidikan, 'Low Trust Society'!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 14-11-2019
Pendidikan, 'Low Trust Society'!
H. Bambang Eka Wijaya

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai, low trust society (semua pihak tidak percaya yang lain) merupakan penghambat inovasi di dunia pendidikan, utamanya inovasi guru di ruang kelasnya.
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan guru berinovasi, diatasi dengan regulasi untuk meningkatkan mutu. Belum jelas hasil regulasi, ditimpa regulasi lagi, regulasi lagi, menurunkan kapasitas guru yang jadi apatis, outputnya makin rendah, berputar-putar terus dalam lingkaran low trust society.
Penilaian itu sebagsi asesmen sementara Nadiem terhadap realitas dunia pendidikan terkait dengan inovasi. (Kompas-TV, 9/11) Menurut dia, inovasi itu suatu hasil yang terjadi dengan tiga resep dalam satu organisasi.
Pertama, ada fleksibilitas dan kebebasan atau otonomi untuk bereksperimentasi dan menemukan titik jalan. Kedua, diberikan resources yang cukup, sisi pelatihan, ilmu, finansial, mentoring dan couching. Ketiga, jelas tujuan hidup dari manusianya.
Kalau tiga kriteria ini telah terjadi, tak mungkin institusi pendidikan kita tak berkembang. Tapi sulit untuk mencapai tiga-tiganya. Karena kenyataannya banyak sekali aturan regulasi dan sekat-sekat yang mempersulit proses inovasi terjadi.
Kenapa inovasi itu penting, terutama untuk unit pendidikan, juga pendidikan tinggi. Inovasi itu hubungannya dengan kompleksitas linear. Semakin kompleks tugasnya kebutuhan inovasinya semakin tinggi. Dibanding berbagai tugas lain, menurut Nadiem, yang paling tinggi kompleksitasnya adalah dunia pendidikan.
Karena bayangkan objek dan subjeknya itu manusia muda. Ini hal yang menurut dia tak ada bandingan kompleksitasnya dengan teknologi dan lainnya. Karena mendidik anak, level kompleksitasnya amat tinggi sehingga membutuhkan level inovasi yang sangat tinggi.
Guru di daerah berbeda, budaya berbeda,  pulau berbeda, desa atau kota berbeda, butuh adaptasi. Butuh personalisasi. Apalagi setiap murid beda talenta, kemampuan sosial ekonomi beda, mind set orang tuanya beda. Dan kalau tak diberikan kapabilitas atau trust kepada guru untuk beradaptasi melakukan berbagai inovasi sendiri di ruang kelasnya, pendidikan kita tak mungkin berkembang.
Ada miskonsepsi. Dahulu kita sering membuat aturan atau regulasi asumsinya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tapi tidak kita kaji apakah itu benar meningkatkan mutu, sudah ditimpa regulasi baru, regulasi lagi, berputar-putar dalam lingkaran low trust society, gurunya menjadi apatis. ***



0 komentar: