Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 25-11-2019
Sertifikasi Dai Cegah Radikalisme!
H. Bambang Eka Wijaya
TERORIS agaknya berhasil membuat bangsa ini jadi paranoid, ketakutan, merasa terancam oleh radikalisme yang dipromosikan sebagai biang terorisme. Saking takutnya, dai atau guru agama pun dicurigai bisa menjadi penyebar radikalisme, sehingga harus diamankan lewat program sertifikasi dai.
Sebagai guru, dai sebenarnya wajar menjalani sertifikasi sebagai proses uji kompetensi profesi, seperti guru lain. Namun, dengan penekanan sertifikasi dai untuk mencegah terpapar paham radikalisme, menjadi jelas latar ide sertifikasinya itu kecurigaan kepada dai sebagai penyebar radikalisme.
Sedih melihat bangsa ini telah terjebak dalam suasana saling curiga, tercekam prasangka buruk di antara sesama warganya, tanpa kecuali kecurigaan yang buruk terhadap dai, guru agama. Apalagi dalam menyosialisasikan program sertifikasi dai sampai keluar contoh, kalau tidak punya sertifikat dai bisa diturunkan dari mimbar saat berdakwah.
Demikianlah realitas hidup terjebak dalam masyarakat yang keruh dengan rasa saling curiga. Nadiem Makarim menyebutnya sebagai low trust society. Seperti ikan yang tak bisa hidup di luar kolam, warga harus beradaptasi sebisa mungkin, sembari menunggu datangnya aliran air segar yang menjernihkan kembali kolamnya.
Keruhnya air kolam kebangsaan itu bukan semata akibat post truth bawaan banjir hoaks saat pilpres. Tapi juga oleh respon yang berlebihan penguasa priode terakhir terhadap ide-ide yang hidup sebagai realitas kebhinnekaan bangsa. Aneh tentu, jika intoleransi terhadap keberagaman itu justru muncul dalam bentuk yang formal dari kalangan penguasa sejak isu cadar dan cingkrang. Tapi kecenderungan itulah yang justru menonjol.
Konsekuensinya, tak aneh kalau dai juga harus diseragamkan. Dan ini sebuah kerja besar. Sebab dai itu banyak, dari guru ngaji kampung sampai ustadz kondang di seluruh Tanah Air. Dengan setiap proses sertifikasi didahului penataran dakwah yang diperbolehkan, sama dengan mere-edukasi ratusan ribu orang.
Kegiatan ini bisa lebih efektif jika materi yang ditanamkan bukan sekadar memblokir paham radikalisme dalam ceramah dai, tapi juga mematangkan dai sebagai penjernih situasi dan kondisi masyarakat dari rasa saling curiga dan prasangka buruk.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentu bisa menyiapkan materi penjernihan dari saling curiga dan prasangka buruk dalam masyarakat nasional. Sehingga, pencegahan radikalisme itu menjadi hasil dari terciptanya masyarakat high trust society. ***
0 komentar:
Posting Komentar