Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 27-11-2019
Revolusi Sistem Pendidikan Dimulai!
H. Bambang Eka Wijaya
HARI Guru 25 November, Senin lalu, menjadi awal revolusi sistem pendidikan Indonesia. Hari itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim melepas belenggu kurikulum dan administrasi yang mengekang guru mengaktualisasikan diri sebagai guru kontemporer yang merdeka.
Itu tersimpul dalam seruan Nadiem pada guru di Hari Guru, "Besok di manapun Anda berada lakukanlah perubahan kecil dari kelas Anda."
"Pertama, ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Kedua, berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas. Ketiga, cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Keempat, temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Kelima, tawarkan bantuan kepada sesama guru yang sedang mengalami kesulitan," seru Nadiem.
"Apapun perubahan sekecil itu jika setiap guru melakukan secara serentak kapal besar bernama Indonesia pasti akan bergerak," tegas Nadiem.
Menurut Nadiem, setiap anak punya kebutuhan berbeda, tapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai,prinsip dasar birokrasi. "Anda ingin setiap murid terinspirasi, tapi tidak memberi kepercayaan kepada mereka untuk berinovasi," tukas Mendikbud.
Nadiem berjanji tidak akan membuaf janji kosong kepada guru seluruh Indonesia. Ia yakin, perubahan adalah hal yang sulit dan penuh ketidaknyamanan. "Satu hal yang pasti saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia," ujarnya.
Perubahan tidak dapat dimulai dari atas, karena semua berawal dan berakhir di guru. "Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah, ambillah langkah pertama," imbaunya.
Ia menyadari sebenarnya guru ingin membantu murid yang tertinggal, tapi waktunya habis untuk mengerjalan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Guru juga memahami potensi anak tidak bisa diukur dengan hasil ujian tapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.
"Anda ingin mengajak murid ke luar kelas untuk belajar dari dunia sekitar, tapi kurikulum begitu padat menutup pintu petualangan. Anda frustrasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal," tegas Memdikbud.
Demikian seruan Mendikbud yang membebaskan guru dari kemampanan. Jika guru melaksanakan seruan itu, maka yang pertama kena revolusi adalah administrator pengelola pendidikan, terutama di daerah, harus menyesuaikan dengan kemerdekaan belajar-mengajar guru kontemporer. ***
0 komentar:
Posting Komentar