Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 01-11-2019
Oposisi, Pemerintah Bukan Malaikat!
H. Bambang Eka Wijaya
"PEMERINTAH bukan malaikat. Segala kebijakan tetap memerlukan koreksi agar tidak melenceng. Di situ peran penting oposisi," demikian editorial harian Media Indonesia (MI), Selasa (29/10/2019).
MI mendorong partai-partai yang tak kebagian kursi menteri atau wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk segera bersikap dengan menempatkan diri sebagai oposisi.
"Sejauh ini, baru PKS yang benar-benar tegas mengambil posisi di luar pemerintah sebagai oposisi. Kita pun percaya PKS mampu menjaga konsistensi keputusan mereka. Pun demikian yang kita harapkan dari PAN dan Demokrat," tulis editorial itu. "Bila benar ketiganya mendasarkan sepak terjang pada kepentingan rakyat, persentase suara yang kecil tidak akan menyurutkan semangat."
Jumlah kursi PKS, Demokrat, dan PAN di DPR memang hanya 148 dari 575, atau seperempat. Tapi dengan suara kritisnya menjaga jalannya pemerintahan untuk tetap on the track, oposisi akan selalu didukung publik.
Sebab, sebagaimana ditegaskan editorial itu, "Ketiadaan oposisi memupuk tumbuhnya sifat penguasa yang cenderung otoriter. Penguasa semacam itu akan selalu merasa benar karena tidak ada yang tampil mengoreksi secara kritis."
Jika semua peran penyelengaraan negara berjalan seimbang, rakyat baru boleh merasa optimistis bahwa cita-cita Indonesia maju bakal tercapai. Baramgkali tidak usah menunggu sampai usia 100 tahun, cukup dalam 1-2 dekade ke depan. Karena kita bisa, tegas editorial itu.
Peran oposisi yang baik, sekalipun mediumnya tetap corong parlemen, bukan hanya materi yang melintas di parlemen garapannya. Tapi pada kemampuan mengelaborasi hasil agregasi terhadap kehidupan masyarakat bangsa secara komprehensif, diartikulasikan dalam kritik yang konstruktif kepada pemerintah dan masyarakat.
Oposisi yang seiring dalam mengkritisi jalannya pemerintahan lewat dinamika sehari-hari di parlemen dengan menjaga konsistensi perjalanan segenap masyarakat bangsa, masih dirindukan.
Oposisi yang hanya mencari-cari kesalahan pemerintah untuk sekadar diekspos demi kepentingan politik sempit partainya, sudah bukan eranya lagi.
Oposisi jadi pemandu membuka seluas mungkin ruang publik untuk mengamalkan hak kebebasan berpendapat sebagai proses dasar berdemokasi yang betkemajuan.
Kebebasan menyampaikan pendapat dan hak untuk didengar dilindungi konstitusi, diatur sejak UU Perlindungan Anak. Oposisi harus bisa menjaga hak konstitusional setiap warga negara sejak anak-anak ini dengan baik. ***
0 komentar:
Posting Komentar